9 Desember |
Yohanes lahir pada sekitar tahun 676 di Damaskus, Syria. Ia adalah putera dari Sargun bin Mansur, seorang mentri keuangan Kalifa Abdul Malek. Pada saat itu kota Damaskus sudah dikuasai oleh orang-orang Muslim, tetapi keluarga Yohanes menghormati para penguasanya dengan tetap beriman Kristen secara taat. Pada suatu hari, ayahnya membebaskan seorang biarawan Kristen yang tertangkap oleh bajak laut Muslim bernama Kosmas. Kosmas kemudian menjadi pembimbing Yohanes, sementara Yohanes juga bersekolah di sekolah Muslim di kota itu. Hal ini membuat Yohanes terdidik sangat tinggi. Yohanes kemudian menggantikan ayahnya dengan jabatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Pada saat itu munculah ajaran sesat ikonoklasme. Yohanes terdorong untuk melakukan pembelaan terhadap penggunaan patung dan gambar-gambar kudus dengan membuat sebuah apologi. Yohanes harus menghadapi Kaisar Byzantium yang menolak penggunaan patung dan gambar-gambar kudus. Suatu ketika Yohanes dituduh berkhianat dalam suratnya, yang sebenarnya suratnya telah dipalsukan oleh seseorang yang dapat menulis mirip dengan Yohanes sehingga surat itu sangat menyakinkan, dan Yohanes dihukum untuk dipotong tangannya. Tetapi Bunda Maria mengunjunginya dan mengembalikan tangannya seperti semula. Melihat hal itu, Kalifa menyadari bahwa Yohanes tidak bersalah dan menawarinya jabatan yang semula miliknya. Yohanes menolak dan memilih menjadi biarawan, mengikuti jejak Kosmas saudaranya, dan kemudian menjadi imam di biara St. Sabas. Bersama seorang biarawan lainnya, ia menciptakan banyak syair dan madah-pujian. Karya ini dicemooh oleh para biarawan yang lebih tua, karena pada masa itu, pekerjaan menulis syair dianggap sebagai pekerjaan tercela, meskipun karya-karya itu bernafaskan nilai-nilai keagamaan. Meskipun demikian Yohanes terus saja mencipta dan beberapa madah-pujian yang diciptakannya masih tetap dinyanyikan hingga kini. Yohanes dari Damsyik meninggal dunia pada tahun 749. Setelah kematiannya, ia sempat dikutuk oleh sinode Konstantinopel pada tahun 754 karena menentang ikonoklasme. Ia kemudian dibela pada Konsili Nikea II pada tahun 787. Pada tahun 1890, ia dinyatakan sebagai Pujangga Gereja oleh Paus Leo XIII.