23 Maret |
Rafqa Pietra Choboq Ar-Rayès lahir pada 9 Juni 1832 di Himlaya, Libanon. Ia dilahirkan dengan nama Boutrossieh Ar-Rayes, puteri satu-satunya dari Mourad Saber el-Chobok el-Rayess and Rafqa Gemayel. Boutrossieh adalah nama lain dari Pietra yang juga merupakan bentuk feminim dari Peter atau Petrus. Ketika berusia 7 tahun, Boutrossieh harus kehilangan ibunya. Ayahnya juga mengalami kesulitan keuangan, sehingga harus menitipkan Boutrossieh kepada sahabatnya, Assad Badawi untuk bekerja sebagai pelayan mereka di Damaskus pada tahun 1843. Meskipun bekerja sebagai pelayan, Assad dan isterinya Helena memperlakukan Boutrossieh seperti puteri mereka sendiri. Pada tahun 1847, Boutrossieh kembali ke rumahny dan mendapat ayahnya telah menikah lagi dengan seorang wanita bernama Kafa. Kafa dan bibi dari Boutrossieh sering bertengkar, karena keduanya ingin menjodohkan Boutrossieh dengan pasangan pilihan mereka. Dilain pihak, Boutrossieh ingin melayani Tuhan dengan menjadi biarawati. Abouna (Pater) Youseff Gemayel, pembimbing spiritualnya selalu meyakinkan Boutrossieh akan jalan yang ia pilih. Pada tahun 1859, Boutrossieh akhirnya memutuskan untuk masuk kongregasi Mariamite bersama kedua temannya di biara Bunda Pembebasan di Bikfaya.
Boutrossieh dan kedua temannya berdoa di gereja dalam biara Bunda Pembebasan. Mereka berdoa dihadapan Ikon Bunda Pembebasan dan Boutrossieh mendapat bisikan bahwa ia akan menjadi biarawati. Boutrossieh diterima masuk biara, tetapi keputusannya ini tidak disetujui kedua orangtuanya. Orangtuanya mendatangi biara dan hendak menjemput Boutrossieh tetapi Boutrossieh tidak mau menemui mereka dan tetap ingin menjadi biarawati. Pada 19 Maret 1861, Boutrossieh yang telah menyelesaikan masa postulan menerima jubah dan mengucapkan kaul pertamanya. Ia mengambil nama Annisa atau Agnes. Pada awalnya ia ditugakan pada seminari yang dikelola Yesuit di Ghazir. Ia kemudian dikirim ke Deir el-Kamar untuk mengajarkan katekismus. Disana ia menyaksikan peristiwa berdarah, dan iapun menyelamatkan seorang anak dengan menyembunyikannya dibalik jubahnya. Ia kemudian kembali ke Ghazir, dan pada 1862, ia mengajar pada sebuah sekolah yang dikelola ordonya di Byblos. Satu tahun kemudian ia pindah ke Maad dan menghabiskan tujuh tahun dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan atas bantuan Antoun Issa.
Ketika di Maad, terjadi masalah pada kongeragasinya, dimana Mariamite bergabung dengan Kongregasi Hati Kudus Yesus. Para biarawati dapat memilih untuk ikut bergabung, mencari Kongregasi lain, atau meninggalkan kaul mereka. Pada saat yang sama, Antoun Issa menawarkan para biarawati Mariamite untuk meninggalkan kaul mereka dan mendapat bayaran tinggi untuk mengajar anak-anak di Maad. Dalam kebingungannya, Boutrossieh berdoa kepada Tuhan dan kembali mendapat bisikan bahwa ia akan menjadi biarawati. Dalam sebuah mimpi, ia dihampiri oleh St. Antonius Agung, St. Georgius, dan St. Simon Pertapa. St. Simon memintanya untuk bergabung dengan Ordo Baladiya, sebuah Ordo Katolik Maronit. Boutrossieh pada awalnya tidak mengenal St. Simon, tetapi sesampainya di biara St. Simon, ia langsung mengenalinya. Ia diterima di biara St. Simon. Pada 12 Juli 1871 ia menerima jubah dan pada 25 Agustus 1872, ia mengucapkan kaul dan mengambil nama Rafqa (Rebecca). Ia menghabiskan 26 tahun dalam biara St. Simon, dan pada Oktober 1885, di Minggu Rosario, ia memohon kepada Tuhan untuk merasakan penderitaan Tuhan. Doanya langsung dijawab dengan rasa sakit dikepalanya yang kemudian menyerang matanya. Segala macam usaha dilakukan superiornya untuk menyembuhkannya, tetapi gagal. Muder superiornya kemudian mengirimnya ke Beirut untuk pengobata. Ditengah perjalanan, mereka bertemu seorang dokter dari Amerika di Byblos. Rafqa diyakinkan untuk melakukan operasi, tetapi Rafqa mengajukan syarat untuk tidak dibius. Dalam operasi, mata kanannya terlepas dan setelah itu, penyakitnya menyerang mata kirinya.
Pada tahun 1897, Ordo Baladiya mendirikan biara St. Yoseph al Dahr di Jrabta, Batroun. Muder Ursula Dormit yang ditunjuk sebagai superior membawa serta Rafqa yang sering merawatnya untuk pergi bersamanya, selain karena udara di biara baru itu lebih menyehatkan. Pada tahun 1899, Rafqa kehilangan pengelihatan pada mata kirinya, kemudian disusul penderitaan-penderitaan lain. Dalam penderitaannya, Rafqa tidak pernah menunjukan rasa sakitnya. Hal ini juga yang membuat kesulitan dalam mengobati penyakitnya. Rafqa meninggal pada 23 Maret 1914. Pada 17 November 1985, ia dibeatifikasi oleh Paus St. Yohanes Paulus II dan pada 10 Juni 2001, ia dikanonisasi oleh Paus yang sama.