21 Agustus |
Paus Pius X adalah Paus ke- 257 Gereja Katolik yang menjadi Paus pada tahun 1903-1914. Guiseppe Melchiore Sarto lahir pada tanggal 2 Juni 1835 di Reise, Treviso, Italia. Ia adalah putera dari keluarga petani miskin sederhana. Pendidikan dasar ditempuhnya di Reise dan Castelfranco, Italia. Melebihi segalanya, Sarto ingin menyerahkan hidupnya untuk membawa banyak orang ke surga. Ia rindu menjadi seorang imam, dan untuk itu, ia dan keluarganya harus banyak berkorban agar ia dapat bersekolah di seminari. Pada tahun 1858, ia menempuh pendidikan imam di Seminari Padua, Italia hingga ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 18 September 1858. Don Sarto berkarya di paroki-paroki miskin selama tujuhbelas tahun. Perjalanan imamatnya dimulai di Paroki Tambolo, Italia sebagai pastor kepala. Setelah 9 tahun mengabdi di Tambolo, ia dipindahkan ke Paroki Salzano. Umat senang sekali padanya karena kesalehannya, kefasihannya berbicara dan kegiatan-kegiatan pastoralnya. Don Sarto biasa memberikan segala yang ia miliki demi membantu mereka yang membutuhkan. Seringkali saudaranya harus menyembunyikan sebagian pakaiannya agar jangan sampai Don Sarto tidak mempunyai pakaian untuk dikenakan. Bahkan setelah Don Sarto diangkat menjadi Uskup kota Mantua dan kemudian diangkat lagi menjadi Kardinal, ia masih suka membagi-bagikan apa yang ia miliki kepada mereka yang berkekurangan. Ia tidak menyimpan apa-apa bagi dirinya sendiri. Karena kesalehan dan kemampuannya, ia diangkat sebagai imam kanonik di gereja Katedral Treviso pada tahun 1875. Tak lama kemudian ia ditunjuk sebagai pembimbing rohani, pengajar dan rektor di Seminari Treviso. Di Treviso karier Sarto benar-benar meningkat. Oleh Paus Leo XIII, Don Sarto diangkat menjadi Uskup di Keuskupan Mantua, Italia pada tahun 1884. Kondisi Keuskupan Mantua kacau balau ketika Don Sarto menduduki tahta Keuskupan. Mgr. Sarto dengan sangat berani, ia membuka kembali pendidikan Seminari dan meneguhkan imam-imamnya. Mgr. Sarto pun tak kenal lelah mengadakan kunjungan pastoral ke semua paroki untuk mengenal dari dekat situasi umatnya. Di mana-mana ia berkhotbah dan berjuang mengembalikan umatnya kepada penghayatan iman yang benar. Kunjungan pastoralnya itu menggerakkan dia untuk mengadakan suatu sinode di Mantua. Sinode itu diselenggarakan pada tahun 1888 dan berhasil merumuskan sebuah pedoman kerja Keuskupan yang baru untuk membangkitkan kembali kehidupan rohani umat seluruh Keuskupan. Tidak lama kemudian, di seluruh Keuskupan, lahirlah kembali suatu semangat baru untuk menghayati iman Kristiani. Antara Negara dan Gereja terjalin suatu hubungan yang baik, pengajaran katekismus bagi orang dewasa dan anak-anak digalakkan di seluruh Keuskupan, perkawinan Katolik ditegakkan kembali dan anak-anak sudah bisa menerima komuni pertama sejak masa remaja. Melihat keberhasilan karya Uskup Sarto, Paus Leo XIII mengangkat Sarto menjadi Kardinal pada tanggal 12 Juni 1893. Tak lama kemudian Paus Leo mengangkatnya menjadi Patriark Venesia. Di Venesia, Kardinal Sarto tidak menemui banyak masalah. Namun ia mengadakan beberapa pembaharuan di bidang pendidikan Seminari, musik liturgi dan metode pewartaan. Pelajaran agama yang dilarang oleh kaum Freemansorny diberikan lagi disekolah-sekolah umum. Gereja Venesia benar-benar cerah dibawah kepemimpinan Patriark Sarto. Sepeninggal Paus Leo XIII, para Kardinal memilih Guiseppe Melchiore Kardinal Sarto menjadi Paus. Pada awalnya ia menolak menerima jabatan mulia itu, dan dengan rendah hati, ia meminta para Kardinal agar tidak memilihnya, namun karena desakan para Kardinal, Kardinal Sarto akhirnya menerima juga jabatan itu. Ia memilih nama Pius X, dan secara resmi menduduki Tahkta Petrus pada tanggal 9 Agustus 1903. Dikisahkan ketika ibunya datang mengunjunginya di Vatikan, Paus Pius X menunjukkan kepada ibunya cincin kepausannya. Ibunya berkata bahwa Paus Pius X tidak akan mengenakan cincin itu hari ini, jika ia tidak terlebih dahulu mengenakan cincinnya, kemudian ibunya menunjukkan kepada Paus cincin emas ikatan perkawinannya. Tekadnya yang utama sebagai Wakil Kristus di dunia ialah membaharui segala sesuatu di dalam Kristus. Dua peristiwa penting yang mewarnai masa Kepausannya adalah, pemisahan antara Gereja dan negara di Perancis yang mengakibatkan hampir seluruh kekayaan Gereja dirampas oleh pemerintah, tetapi sebaliknya memberikan kebebasan penuh kepada Gereja dari kekuasaan sipil, dan kutukan terhadap gerekan filsafat dan teologi aliran Modernisme. Dalam dekritnya Lamentabili Sane dan ensiklik Pascendi Dominici Gregis, Paus Pius X secara resmi mengutuk Modernisme. Sikap Paus yang tegas ini mengakibatkan banyak pembantunya yang licik menggunakan kesempatan dan cara-cara yang tidak terpuji, bahkan tidak halal untuk ahli-ahli teologi yang berpikiran maju. Terhadap kegiatan kerasulan awam, khusus dibidang sosial dan politis, Paus Pius X selamanya bersifat curiga. Paus Pius X juga melakukan berbagai tindakan penting yang membantu Gereja bersikap luwes dan adaptif dengan situasi dan tuntutan jaman. Misalnya, kodifikasi hukum Gereja, reorganisasi dan modernisasi kuria Roma, pendirian lembaga Studi dan pendidikan Kitab Suci dan usaha membaharui terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Latin. Ia juga memajukan devosi kepada Santa Perawan Maria. Paus Pius X juga mengerahkan banyak tenaga untuk memperbaharui liturgi, Sepanjang hidupnya ia tertarik pada musik-musik sakral dan mendorong digunakannya lagu-lagu Gregorian di setiap paroki. Ia mendorong digunakannya juga komposisi modern dalam liturgi, selama komposisi modern ini memenuhi standard musik liturgi Gereja. Paus Pius X juga merevisi Ibadat Harian Gereja. Secara istimewa Paus Pius X dikenang karena kasihnya yang berkobar-kobar kepada Ekaristi Kudus. Bapa Suci mendorong semua orang untuk menyambut Tubuh Kristus sesering mungkin, bahkan setiap hari! Ia juga menetapkan ketentuan yang menganjurkan anak-anak yang telah berusia 7 tahun menyambut Komuni Kudus. Meskipun ia seorang Paus, namun ia tetap sederhana dan sayang pada umat. Semasa hidupnya, ia beberapa kali menyembuhkan beberapa umat dari penyakitnya secara ajaib. Paus Pius X teramat menderita ketika pecah Perang Dunia I. Ia tahu bahwa akan ada banyak orang terbunuh. Sebelum meninggal dunia, dalam surat wasiatnya ia menulis bahwa ia dilahirkan miskin, hidup miskin dan ingin mati secara miskin juga. Paus Pius X meninggal dunia pada tanggal 20 Agustus 1914 di Roma, dua minggu setelah pecah Perang Dunia I. Segera setelah ia meninggal terdengar banyak permintaan agar dia dinyatakan sebagai santo oleh Gereja. Paus Pius X dibeatifikasi pada 3 Juni 1951 dan dikanonisasi pada 29 Mei 1954 oleh Paus V. Pius XII